Peran Jaksa Pengacara Negara dalam Menjaga Demokrasi dan Penegakan Hukum

Oleh: Ferry Tas, S.H., M.Hum., M.Si.

Pengamat & Praktisi Hukum Sulsel

MAKASSAR, INDIWARTA.COM – Demokrasi adalah fondasi yang menjadi dasar berdirinya Indonesia. Sebagai sistem yang menjunjung tinggi hak suara rakyat, demokrasi memberikan ruang bagi setiap warga negara untuk berkontribusi dalam mewujudkan keadilan sosial tanpa memandang latar belakang. Dalam konteks ini, demokrasi bukan hanya sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, menjaga demokrasi yang sehat dan adil adalah kewajiban kita semua sebagai warga negara Indonesia.

Dalam demokrasi, kekuatan rakyat diwujudkan melalui proses pemilihan umum. Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 menjadi bukti nyata bahwa Indonesia terus berupaya memperkuat demokrasi. Setiap proses dalam pemilihan ini merupakan tahapan pendewasaan demokrasi, menguji kedewasaan bangsa dalam menghadapi perbedaan dan dinamika politik. Gugatan hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pihak yang keberatan terhadap penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah hak konstitusional yang harus dihormati. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah matang dalam berdemokrasi, dengan menjunjung tinggi hukum sebagai jalur penyelesaian sengketa.

Dalam proses perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (PHPUKADA) tahun 2024, peran Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam mendampingi KPU di Mahkamah Konstitusi menjadi sorotan. Keberadaan JPN dalam sidang PHPUKADA bukan hanya tentang pembelaan hukum semata, melainkan juga menjadi tonggak penting dalam penegakan hukum dan demokrasi. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa Kejaksaan bukan hanya institusi penuntutan, tetapi juga berperan dalam melindungi kepentingan hukum negara dengan pendekatan yang objektif dan profesional.

Transformasi peran JPN dalam mendampingi KPU di MK menunjukkan bahwa Kejaksaan telah beradaptasi dengan tuntutan zaman. Di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M., Kejaksaan bertransformasi menjadi lembaga penegak hukum yang modern dan humanis. Pencapaian ini tidak hanya membangun kepercayaan publik, tetapi juga membuktikan bahwa Kejaksaan mampu menjalankan perannya dalam demokrasi dengan penuh integritas.

Argumentasi hukum yang dibangun oleh JPN dalam sidang PHPUKADA mengedepankan pendekatan akademis dan praktis secara objektif. Ini penting agar setiap gugatan yang diajukan dapat diselesaikan dengan dasar hukum yang kuat dan konstruktif. Kehadiran JPN di MK tidak sekadar formalitas, tetapi sebagai bentuk komitmen untuk menjaga marwah demokrasi dan hukum di Indonesia.

Dalam konteks hukum, peran JPN diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang diperbarui dengan UU Nomor 11 Tahun 2021. Berdasarkan ketentuan ini, JPN berwenang mewakili negara atau pemerintah dalam perkara perdata dan tata usaha negara. Dalam kasus PHPUKADA, JPN bertindak sebagai kuasa hukum KPU, yang merupakan lembaga negara independen dalam perkara tata usaha negara di MK.

Keberhasilan JPN dalam mendampingi KPU tidak terlepas dari sinergi dan kolaborasi yang kuat. Dalam falsafah Minangkabau disebutkan, “Duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang” (Duduk sendiri bersempit-sempit, duduk bersama berlapang-lapang). Filosofi ini mengajarkan pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah. Kolaborasi antara JPN dan KPU menjadi contoh nyata bahwa sinergitas antar lembaga negara mampu menciptakan solusi yang lebih efektif dalam menghadapi sengketa pemilihan umum.

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menjadi pionir dalam pendampingan hukum PHPUKADA melalui pilot project yang menjadi contoh di seluruh Indonesia. Kolaborasi ini tidak hanya membangun preseden yang baik, tetapi juga menunjukkan bahwa Kejaksaan mampu menjalankan peran sebagai kuasa hukum negara secara profesional dan terpercaya.

Dalam PHPUKADA tahun ini, Kejati Sulsel bersama delapan Kejaksaan Negeri di wilayahnya mendampingi KPU dalam sengketa pemilihan di berbagai daerah, termasuk Pilgub Sulsel, Pilwali Kota Makassar, dan Pilkada di sejumlah kabupaten. Sinergitas ini berhasil memenangkan perkara di hampir semua daerah, kecuali satu kasus di Jeneponto yang akhirnya juga dimenangkan oleh KPU setelah melalui sidang pembuktian.

Kemenangan dalam sengketa PHPUKADA menunjukkan bahwa JPN mampu membuktikan integritas dan profesionalisme dalam menjalankan peran sebagai kuasa hukum negara. Keberhasilan ini juga menjadi monumen sejarah bagi JPN Kejati Sulsel dan Kejaksaan Negeri yang terlibat. Kemenangan ini tidak hanya menjadi bukti kompetensi hukum, tetapi juga komitmen JPN dalam menjaga demokrasi yang jujur dan adil.

Eksistensi JPN dalam PHPUKADA tahun ini menjadi bukti nyata bahwa Kejaksaan telah melakukan transformasi dalam penegakan hukum dan demokrasi. JPN tidak hanya menjaga kepentingan hukum negara, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Peran JPN dalam PHPUKADA menunjukkan bahwa demokrasi dan hukum adalah dua pilar yang saling menguatkan, dan Kejaksaan telah membuktikan komitmennya untuk menjaga kedua pilar tersebut dengan penuh integritas dan profesionalisme.

Dengan semangat demokrasi dan keadilan, JPN terus bertransformasi menjadi pilar penegakan hukum yang modern dan humanis. Pencapaian ini harus dipertahankan dan dilanjutkan sebagai bentuk pengabdian terhadap bangsa dan negara. Semoga peran JPN dalam PHPUKADA menjadi inspirasi bagi penegakan hukum yang adil, transparan, dan berintegritas di Indonesia. (*)