LUWU TIMUR, INDIWARTA.COM – Kebocoran pipa minyak Marine Fuel Oil (MFO) milik PT Vale Indonesia Tbk di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, sejak Sabtu (23/8/2025) lalu, menarik perhatian berbagai kalangan.
Ketua Yayasan Aliansi Konservasi Alam Towuti (AKAT), Awaluddin Yunus mengatakan, kejadian ini bukan sekadar persoalan teknis. Ini adalah ujian serius bagi komitmen negara dalam menegakkan hukum lingkungan dan melindungi hak asasi warga atas lingkungan hidup yang sehat.
“Ratusan hektare sawah berpotensi gagal panen, karena sistem pengairan ditutup akibat sungai tercemar tumpahan minyak dan ribuan jiwa kini hidup dalam ancaman krisis air bersih, kerugian ekologis serta ekonomi,” ujarnya, melalui keterangannya, Jumat (26/9/2025).
Fakta ini, kata dia, bukan hanya kejadian lokal, melainkan potret nyata bagaimana kelalaian korporasi bisa menghancurkan kehidupan masyarakat kecil.
Lebih jauh, Awal menegaskan, bahwa tumpahan minyak Marine Fuel Oil (MFO) ini sudah jelas termasuk kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai peraturan pemerintah.
“Pencemaran lingkungan bukan sekadar urusan ganti rugi materi. Ini adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi yang menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” kata Awal.
Ia menambahkan, bahwa ketika perusahaan multinasional dapat dengan mudah menghindar dari tanggung jawab, maka kedaulatan hukum kita dipertanyakan.
“Jika pemerintah membiarkan, ini bukan hanya soal pencemaran, tapi pembiaran hukum. Negara harus hadir. PT Vale wajib bertanggung jawab penuh, baik secara administratif, perdata, maupun pidana,” tegasnya.
Selain berdampak pada lahan persawahan dan daerah aliran sungai, Awal juga mengatakan, bahwa kejadian ini juga dapat berdampak serius pada kawasan biodiversitas Danau Towuti, salah satu ekosistem danau purba terpenting di dunia yang memiliki endemisitas tinggi dan nilai ilmiah global. Bila spesies endemik terganggu, dampaknya bisa permanen, karena spesies tersebut tidak ada di tempat lain di dunia.
“Untuk itu kami mendesak KLHK, segera membentuk tim audit independen untuk menilai skala pencemaran. Kedua, Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur wajib menetapkan status darurat lingkungan dan menjamin pemulihan segera. Dan yang ketiga,
PT Vale Indonesia Tbk harus menghentikan praktik “cuci tangan” dan melakukan langkah tanggung jawab nyata, transparan, serta terbuka kepada publik,” tegasnya.
Awal juga menyampaikan, bahwa sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum, Yayasan Aliansi Konservasi Alam Towuti (AKAT) sudah melakukan langkah tegas (non litigasi) dengan mengirimkan surat permintaan untuk membuka informasi dan dokumen resmi, terkait dampak pasca bocornya pipa minyak MFO, kepada pihak PT Vale Indonesia Tbk dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Luwu Timur, pada hari Senin (22/9/2025), untuk diumumkan kepada publik.
Surat ini, kata dia, ditembuskan ke beberapa instansi terkait, tetapi hingga saat ini, pihak perusahaan dan dinas lingkungan hidup belum memberikan klarifikasi resmi.
“Diamnya perusahaan dan dinas lingkungan hidup hanyalah menambah luka dan mempertegas bahwa tanpa tekanan publik dan media nasional, kasus seperti ini akan terus terulang,” terangnya.
Sementara, salah seorang petani yang tidak ingin disebutkan namanya, yang sawahnya terkena dampak tumpahan minyak MFO di Desa Timampu mengatakan, bahwa negara tidak berpihak kepada rakyat kecil.
“Setiap tetes minyak yang mencemari sawah kami adalah bukti bahwa negara gagal melindungi hak dasar warganya. Kami tidak hanya kehilangan panen, tapi juga kehilangan harapan,” ucapnya. (*/)