Bantuan Bedah Rumah Menyusut di APBD: Ada Apa dengan Dana Provinsi?”SK 400 Unit, APBD Tinggal 154″

TAKALAR, INDIWARTA.COM – Program bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kembali menjadi sorotan setelah ditemukan ketidaksesuaian mencolok antara data bantuan dalam dokumen provinsi dan realisasi anggaran yang tercantum di APBD Kabupaten Takalar 2025. Temuan itu terungkap melalui penelusuran awak media pada Selasa, 25 November 2025.

Bantuan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang sebelumnya diumumkan mencapai 400 unit senilai Rp7,5 miliar, ternyata hanya terealisasi 154 unit dengan nilai sekitar Rp4,4 miliar dalam APBD Takalar. Angka ini membuat publik bertanya: ke mana selisih 246 unit dan sekitar Rp3,1 miliar yang tidak muncul dalam dokumen APBD?

Isu ini kembali menghangat setelah warga mempertanyakan realisasi bantuan tersebut, apalagi setelah pernyataan Gubernur Sulawesi Selatan pada acara Peresmian Kopdes Merah Putih di Desa Aeng Batu-Batu beberapa bulan lalu. Saat itu, Gubernur menyerahkan bantuan keuangan secara simbolis kepada Kabupaten Takalar senilai Rp20 miliar, dengan salah satu fokusnya pada program bedah rumah.

SK Gubernur: 400 Unit untuk Takalar

Dokumen Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulsel mengenai penetapan bantuan keuangan Kabupaten/Kota mencantumkan secara jelas:

• 400 unit RTLH untuk Kabupaten Takalar

• Total anggaran: Rp7,5 miliar

Dalam SK tersebut, bantuan diarahkan untuk:

• Peningkatan kualitas rumah layak huni

• Peningkatan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah

• Mendukung program prioritas Pemprov Sulsel pada sektor perumahan

Namun, angka yang tercantum dalam SK berbeda jauh dibandingkan realisasi di APBD.

Dinas PUPR: “Yang Masuk APBD Hanya 154 Unit”

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RTLH Dinas PUPR Takalar membenarkan adanya perbedaan.

“Program perbaikan RTLH tahun 2025 hanya 154 unit dengan nilai anggaran Rp4,4 miliar. Soal alokasi provinsi itu berbeda dengan yang masuk ke APBD,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan bahwa dua kecamatan, Laikang dan Tanakeke, tidak memperoleh bantuan RTLH. Laikang disebut tidak masuk daftar karena rencana bantuan provinsi, sedangkan Tanakeke memang belum direncanakan.

Selisih Anggaran Membuka Banyak Pertanyaan

Perbedaan angka yang signifikan menimbulkan sejumlah tanda tanya dari masyarakat dan pemerhati kebijakan publik:

1. Mengapa jumlah bantuan dalam SK tidak muncul penuh dalam APBD?

2. Ke mana selisih unit dan anggaran tersebut?

3. Apakah bantuan provinsi belum tersalurkan, dialihkan, atau direalokasi?

4. Mengapa belum ada penjelasan resmi dari provinsi maupun kabupaten?

Paket Perencanaan Tercatat di LPSE, Paket Fisik Justru Tidak

Penelusuran LPSE menunjukkan tiga perusahaan terlibat dalam kegiatan RTLH:

Jenis Kegiatan Perusahaan Nilai

• Perencanaan teknis PT Trimako Abdi Konsulindo Pagu Rp223,5 juta – kontrak adendum Rp120 juta

• Pengawasan teknis PT Angkasa Global Consultant Rp100 juta

• Pekerjaan fisik CV Aksan Putra Mandiri Rp4,4 miliar (tidak tampil di LPSE)

Fakta bahwa kontrak fisik senilai Rp4,4 miliar tidak tayang di LPSE, ditambah perubahan nilai kontrak perencanaan tanpa publikasi adendum, memperpanjang daftar pertanyaan publik soal transparansi dan akuntabilitas anggaran.

Transparansi Wajib Menurut UU KIP

Mengacu pada UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah wajib membuka informasi terkait:

• Besaran anggaran bantuan keuangan

• Alokasi dan lokasi penerima manfaat

• Perubahan jumlah pagu atau unit

• Pelaksanaan dan hasil kegiatan

Pasal 11 menegaskan bahwa informasi mengenai anggaran dan penggunaannya merupakan informasi wajib diumumkan, bukan informasi yang boleh ditutup atau ditunda.

Publik Menanti Penjelasan

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari Pemprov Sulawesi Selatan maupun Pemkab Takalar terkait selisih 246 unit RTLH dan perbedaan nilai anggaran.

Sementara itu, program ini menjadi buah bibir di tengah masyarakat, khususnya warga berpenghasilan rendah yang merasa layak menerima bantuan tetapi tidak tercantum dalam daftar penerima.

Apakah anggaran provinsi belum sepenuhnya tersalurkan, dialihkan, atau benar-benar tidak masuk ke APBD?

Publik menanti jawaban karena setiap angka dalam anggaran adalah hak warga untuk mengetahui, dan setiap rumah yang tidak dibangun adalah keluarga yang harus menunggu lebih lama untuk tinggal layak. (*)