TAKALAR, INDIWARTA.COM – Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Takalar kembali menjadi sorotan publik setelah korban mengaku tidak mendapat pendampingan hukum maupun psikososial selama proses penyelidikan berlangsung.
Korban, NH (14), siswi kelas dua SMP, sebelumnya menjadi korban dugaan pemukulan oleh seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Takalar. Kasus ini sempat viral di berbagai platform media sosial dan menuai kecaman warganet.
Setelah Viral, Korban Kembali Diperiksa Tanpa Pendampingan
Pada Selasa malam (14/10/2025), NH kembali dipanggil oleh penyidik Polres Takalar untuk menjalani pemeriksaan bersama seorang saksi.
Namun, yang memprihatinkan, korban mengaku tidak didampingi pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) maupun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) selama pemeriksaan.
“Sejak pertama kali melapor, saya hanya didampingi sepupu. Begitu juga semalam, saya datang bersama keluarga dan saksi, tanpa ada pendampingan psikososial atau bantuan hukum,” ungkap NH saat dikonfirmasi, Rabu (15/10/2025).
Korban juga menyebut, tidak ada anggota polisi wanita (Polwan) yang memeriksa dirinya sejak awal pelaporan hingga pemeriksaan terbaru.
“Tidak ada Polwan yang periksa saya sejak awal sampai semalam,” tambahnya.
Saksi Baru Satu Orang Diperiksa
Menurut NH, baru satu saksi yang telah diperiksa oleh penyidik, yakni temannya berinisial FB.
Sementara saksi lain yang disebut sebagai anggota polisi dan sempat berada di lokasi kejadian, belum diperiksa karena masih bertugas di Polda Sulsel.
“Katanya baru akan dipanggil hari Jumat atau Sabtu,” jelas NH.
Dalam pemeriksaan semalam, korban dan saksi mendapat sejumlah pertanyaan seputar kronologi peristiwa dan detail kekerasan yang dialami.
“Saya menjawab sesuai apa yang saya alami,” tutup NH.
Polres Takalar: Hanya Satu Polwan, Akan Koordinasi dengan Dinas PPA
Kapolres Takalar AKBP Supriadi Rahman belum memberikan tanggapan resmi atas perkembangan kasus ini.
Namun, Kasat Reskrim Polres Takalar AKP Hatta membenarkan bahwa penyidik masih memproses laporan dugaan penganiayaan terhadap pelajar tersebut.
“Kasus ini sementara dalam proses penyidikan. Korban dan saksi sudah diperiksa,” ujarnya.
Hatta menjelaskan, Unit PPA Polres Takalar hanya memiliki satu orang Polwan, dan saat ini sedang menangani perkara lain.
“Kami cuma punya satu Polwan, itupun sedang tangani kasus lain. Tapi tetap ada pendampingan,” katanya.
Terkait ketiadaan pendampingan hukum dan psikososial dari Dinas PPA, Hatta menyebut pihaknya akan melakukan koordinasi lebih lanjut.
“Itu nanti akan dimintakan. Ini dulu yang kami periksa. Kalau nanti masih ada keterangan yang belum jelas, baru kami dalami lagi,” pungkasnya.
Publik Soroti Lemahnya Perlindungan terhadap Anak
Ketiadaan pendampingan bagi korban anak dalam kasus ini menuai keprihatinan dari masyarakat dan pemerhati perempuan serta anak.
Mereka menilai bahwa seharusnya setiap korban anak berhak mendapat pendampingan psikologis dan hukum sejak awal pelaporan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kasus ini menjadi alarm bagi semua pihak, khususnya aparat penegak hukum dan instansi terkait, untuk memastikan prosedur perlindungan anak berjalan sesuai standar dan tidak diabaikan. (*)












