MAKASSAR, INDIWARTA.COM – Dt. Mangkuto Alam, seorang Niniak Mamak Minangkabau, menghadiri undangan silaturahmi di Masjid Baitul Adli Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Acara ini digagas oleh Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel, H. Ferry Taslim, S.H., M.Hum., M.Si., Dt. Toembijo, yang juga menjabat sebagai Ketua Presidium Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Baitul Adli.
Momentum ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga refleksi atas peran masjid sebagai pusat spiritual yang menegakkan nilai keadilan serta memperkuat keberagaman budaya di Sulawesi Selatan. Kehadiran Dt. Mangkuto Alam juga mempertegas ikatan sejarah panjang antara Minangkabau dan Sulawesi, terutama dalam penyebaran Islam di masa lalu.
Masjid Baitul Adli: Pilar Keadilan dan Integritas
Dalam sambutannya, Dt. Toembijo menegaskan bahwa Masjid Baitul Adli tidak sekadar menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol keadilan dan integritas yang selaras dengan tugas kejaksaan.
“Pemilihan nama ‘Baitul Adli’, yang berarti Rumah Keadilan, bukan sekadar nama, tetapi hasil kajian mendalam yang dikukuhkan melalui SK Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 2022. Ini mencerminkan semangat penegakan hukum yang berlandaskan keadilan, moralitas, dan tanggung jawab,” ujar Dt. Toembijo.
Masjid ini juga mengusung desain arsitektur yang mengharmonikan budaya Sulawesi Selatan. Struktur utama menyerupai Kapal Phinisi, simbol ketangguhan masyarakat Sulawesi. Kubahnya mengadopsi bentuk Songkok Recca (Bone), Patonro Sultan Hasanuddin (Makassar), relief ukiran Toraja, serta Menara Syahadatain dengan ornamen khas Mandar.
“Masjid ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai religius dan budaya dapat bersinergi. Ini adalah tempat bagi insan kejaksaan dan masyarakat untuk bertemu, berbagi ilmu, serta memperkuat spiritualitas dan kebersamaan,” tambahnya.
Peran Sejarah Minangkabau dalam Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan
Sementara itu, Dt. Mangkuto Alam menyoroti bahwa Masjid Baitul Adli bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga bagian dari jejak panjang sejarah penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.
“Sejarah mencatat bahwa pada masa lalu, tiga Datuk dari Minangkabau datang ke tanah Sulawesi untuk menyebarkan Islam. Hubungan antara Minangkabau dan Sulawesi Selatan bukan hanya sebatas perdagangan dan budaya, tetapi juga dalam aspek keagamaan,” ungkap Dt. Mangkuto Alam.
Ia menjelaskan bahwa dalam filosofi Minangkabau, Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) menjadi pedoman utama dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip ini menegaskan bahwa adat dan budaya harus selalu berlandaskan nilai Islam, sebagaimana misi dakwah para Datuk Minangkabau yang tersebar di Nusantara.
“Masjid ini bukan sekadar bangunan fisik, tetapi juga simbol persaudaraan, keadilan, dan nilai-nilai Islam. Di tempat seperti inilah kita membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya integritas dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari,” tambahnya.
Peresmian oleh Jaksa Agung dan Harapan ke Depan
Renovasi Masjid Baitul Adli dimulai pada 27 September 2024 dan telah rampung menjelang Ramadan 1446 H. Sejak H-2 Ramadan, masjid ini mulai digunakan untuk salat fardu dan qiyamul lail, menandai fungsinya sebagai pusat ibadah dan dakwah.
Dalam waktu dekat, Jaksa Agung Republik Indonesia dijadwalkan akan meresmikan masjid ini, menyesuaikan dengan agenda resmi beliau.
Baik Dt. Toembijo maupun Dt. Mangkuto Alam berharap agar Masjid Baitul Adli terus berkembang menjadi pusat spiritual dan sosial yang tidak hanya menghidupkan nilai keislaman, tetapi juga memperkuat semangat keadilan, persaudaraan, dan harmoni budaya di Sulawesi Selatan.
(Tim Redaksi)