GOWA, INDIWARTA.COM – Aktivitas pertambangan galian C ilegal di Desa Bategulung, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa kembali menuai sorotan tajam. Kegiatan tambang yang diduga kuat tidak mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) itu disebut-sebut melibatkan oknum aparat penegak hukum sebagai pengelola di lapangan.
Hal ini diungkap oleh Gerakan Mahasiswa Pemuda Republik Indonesia (GMPRI) Sulawesi Selatan, yang menilai maraknya aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Gowa mencerminkan lemahnya penegakan hukum di wilayah tersebut.
Koordinator aksi, Isra’ Musa Baharuddin DM, dalam orasinya menegaskan bahwa pihaknya menuntut tindakan tegas dari aparat kepolisian, khususnya Polda Sulsel. Ia mendesak agar seluruh tambang ilegal yang beroperasi di Kabupaten Gowa segera ditutup, Rabu (8/10/2025).
“Kami mendesak Kapolda Sulsel untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolres Gowa, karena sampai hari ini tambang galian C ilegal di Desa Bategulung masih bebas beroperasi tanpa izin resmi,” tegas Isra’.
Lebih lanjut, GMPRI Sulsel juga menyoroti lemahnya pengawasan aparat kepolisian setempat. Mereka menuntut agar Kapolda Sulsel segera:
1. Menutup seluruh tambang ilegal di Kabupaten Gowa, khususnya di Desa Bategulung, Kecamatan Bontonompo.
2. Mengevaluasi dan mencopot Kapolres Gowa yang dinilai tidak mampu menertibkan aktivitas tambang ilegal.
3. Mencopot Kanit Tipiter Polres Gowa karena dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum.
4. Mencopot Kapolsek Bontonompo, yang dianggap membiarkan praktik tambang ilegal tetap beroperasi tanpa penindakan.
Isra’ menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawal persoalan ini hingga aparat benar-benar menutup seluruh aktivitas tambang ilegal di wilayah Kabupaten Gowa.
“Jika aparat penegak hukum justru terlibat atau membiarkan pelanggaran hukum, maka wibawa institusi kepolisian akan runtuh di mata masyarakat,” tutupnya.
Aktivitas tambang galian C tanpa izin di Gowa telah lama menjadi keluhan warga. Selain merusak lingkungan dan infrastruktur jalan, kegiatan tersebut juga diduga merugikan negara karena tidak menyumbang pajak resmi dari sektor pertambangan. (*)