TAKALAR, INDIWARTA.COM – Muhammad Alwi, mantan karyawan PT. Cahaya Putra Bersama (CPB), vendor resmi PLN Ranting Takalar, mengaku diberhentikan secara sepihak tanpa prosedur yang semestinya. Ia juga belum menerima gaji bulan Juni 2025, yang diduga sengaja ditahan perusahaan untuk menutup tagihan pelanggan PLN yang belum membayar.
Kepada media, Alwi mengungkapkan bahwa ia tidak pernah menerima Surat Peringatan (SP) sebelum diberhentikan. Ia hanya mendapat kabar dari koordinator perusahaan bahwa masa kerjanya telah diputus secara mendadak.
“Tidak ada SP sama sekali, tiba-tiba saya dihubungi dan diberitahu bahwa saya diberhentikan. Bahkan, gaji bulan Juni saya juga tidak dibayarkan,” ujar Alwi, Kamis (4/7/2025).
Yang lebih mengherankan, Alwi mengaku diminta menebus tagihan pelanggan PLN yang belum membayar. Ia menduga hal inilah yang menjadi alasan utama pemutusan kontraknya sekaligus dasar perusahaan menahan hak gajinya.
“Katanya gaji saya dipakai untuk menutup utang pelanggan. Tapi gaji saya cuma Rp 3 juta, kenapa harus jadi penanggung pelanggan? Di kontrak juga tidak dijelaskan soal ini,” keluhnya.
Alwi juga menyoroti sistem pembayaran gaji yang tak langsung melalui perusahaan, melainkan lewat koordinator lapangan. Hal ini menurutnya memperlemah transparansi dan memperbesar potensi ketidakwajaran dalam hak-hak pekerja.
Saat dikonfirmasi, Koordinator PT. CPB Ranting Takalar, Resa Pratama, membantah bahwa pemutusan kontrak dilakukan sepihak. Menurutnya, Alwi sempat dimutasi ke Maros sejak Januari 2025, namun tetap dipertahankan di Takalar karena dinilai mampu mencapai target.
“Surat Peringatan sudah kami siapkan, tapi yang bersangkutan tidak datang mengambilnya di kantor Makassar,” kata Resa, Jumat (4/7/2025).
Terkait gaji yang belum dibayarkan, Resa menyebut bahwa Alwi memiliki utang lebih dari nilai gajinya, sehingga perusahaan memutuskan untuk menahan pembayaran guna menutupi kekurangan tersebut.
“Gajinya sekitar Rp 3 jutaan, tapi utangnya ke perusahaan lebih dari Rp 4 juta. Jadi kami potong dari situ,” tegas Resa.
Ia juga mengakui bahwa sistem penyaluran gaji melalui koordinator memang terjadi, meskipun tidak sesuai standar operasional perusahaan.
“Selama ini memang gaji disalurkan lewat kami, meskipun sebenarnya itu tidak sesuai aturan perusahaan,” aku Resa.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen pusat PT. Cahaya Putra Bersama belum memberikan keterangan resmi terkait persoalan ini. Dugaan pelanggaran prosedur ketenagakerjaan dan hak-hak pekerja menjadi perhatian publik, terlebih jika benar ada praktik mewajibkan karyawan menanggung utang pelanggan. (K7)