Dana 5 Persen Pengadaan Buku di Takalar Disorot: Fee Terselubung atau Praktik Mark Up?

TAKALAR, INDIWARTA.COM – Dugaan praktik tak wajar dalam pengadaan buku SD dan SMP tahun anggaran 2025 di Kabupaten Takalar kembali menuai sorotan. Isu pengembalian dana sebesar 5 persen dari nilai pengadaan, yang disebut-sebut diminta oleh pengurus Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), kini memicu tanya: apakah ini fee terselubung atau praktik mark up yang merugikan negara?

Sejumlah kepala sekolah mengakui adanya permintaan dana 5 persen tersebut. Salah satu kepala sekolah, yang meminta identitas dan sekolahnya tidak dipublikasikan, menyebut permintaan datang dari pengurus MKKS.

“Pengurus MKKS, Pak,” ujarnya singkat sebelum menutup sambungan telepon.

Keterangan lebih gamblang disampaikan seorang kepala SD di Takalar. Ia menyebut dana 5 persen itu bukanlah “pengembalian” melainkan “fee” yang dikembalikan ke rekening sekolah dan bisa ditarik kembali pada tahap anggaran selanjutnya.

“Bukan pengembalian, tapi fee. Masuk dulu ke rekening sekolah, nanti bisa ditarik lagi. Karena sebenarnya tidak ada istilah fee dalam pengadaan seperti ini,” jelasnya saat dihubungi pada Kamis (31/7/2025).

Ia juga mengungkap bahwa para pengurus K3S di seluruh Takalar telah dipanggil oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Takalar untuk memberikan keterangan.

“Semua K3S sudah dipanggil ke kejaksaan. Itu yang sedang dibahas,” tambahnya.

Terkait nominal yang dikembalikan, besarannya disebut bervariasi bergantung pada kondisi dan kemampuan tiap sekolah.

“Tidak sama semua, ada yang 3 persen, ada yang lebih. Data lengkapnya ada di K3S,” ungkap sumber tersebut.

Ketua MKKS Membantah

Ketua MKKS Takalar, Abd Rauf, yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Senin (4/8/2025), menolak tudingan bahwa dirinya mengarahkan kepala sekolah untuk mengembalikan dana tersebut.

“Apa kekuatannya MKKS mengarahkan kepala sekolah? Saya baru beberapa bulan menjabat sebagai ketua, soal buku itu sudah lama sejak awal tahun. Saat itu saya belum jadi pengurus MKKS, Konfirmasi manta Ketua” jelasnya.

PERAK Desak Kejaksaan Bertindak Tegas

Lembaga Swadaya Masyarakat Pembela Rakyat (PERAK) ikut menanggapi serius temuan ini. Aktivis PERAK, Rahman, menilai pernyataan kepala sekolah sebagai fakta hukum yang tak boleh diabaikan.

“Ini memperkuat dugaan adanya praktik mark up. Istilah ‘fee’ yang digunakan memperjelas bahwa ada praktik yang tidak sesuai prosedur,” ujarnya.

Rahman juga menyebut dua poin penting yang harus ditelusuri oleh penegak hukum:

1. Dugaan mark up harga buku yang memunculkan selisih anggaran.

2. Penitipan dana 5 persen di rekening sekolah yang tidak jelas peruntukannya.

“Kalau dana itu adalah fee, berarti bentuk gratifikasi. Tapi jika dana negara dikembalikan karena selisih harga, maka bisa mengindikasikan kerugian negara,” tambahnya.

PERAK juga mengingatkan bahwa pengembalian dana tidak serta-merta membebaskan pelaku dari ancaman pidana.

“Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 menegaskan, pengembalian kerugian negara tidak menghapus dipidananya pelaku korupsi,” tegas Rahman.(*/HSN)