TAKALAR, INDIWARTA.COM – Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Provinsi Sulawesi (BPKP) menemukan sejumlah kejanggalan pada pengelolaan anggaran tahun 2023 oleh Dinas Pekerjaan Umum Penataan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Takalar. Hal ini memicu sorotan tajam dari para aktivis yang menilai lemahnya pengawasan di tubuh dinas tersebut.
Temuan dari BPKP ini diduga menjadi akibat dari pengawasan internal yang tidak memadai. Lebih lanjut, Dinas PUPR Takalar bahkan diindikasikan terlibat dalam praktik persekongkolan dengan penyedia jasa dan pejabat pengadaan di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Sekretariat Daerah.
Arsyadleo, seorang aktivis anti-korupsi di Takalar, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dugaan tersebut. Dalam diskusinya di sebuah warkop di sekitar Lapangan Makkatang Daeng Sibali pada Selasa (3/12/2024), ia menyebut adanya indikasi permainan jahat di balik proses pengadaan proyek.
“Kami menilai ada persekongkolan antara Dinas PUPR, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyedia jasa, dan pejabat pengadaan ULP. Ada perusahaan yang tidak memenuhi syarat tetapi tetap lolos kontrak di Dinas PUPR Takalar,” ujar Arsyadleo.
Berdasarkan laporan BPK, salah satu temuan mencolok adalah kelebihan pembayaran sebesar Rp110.787.861,09 pada proyek pembangunan fisik Rumah Sakit Galesong yang dilaksanakan oleh PT GKBP. Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran lainnya pada berbagai proyek, dengan total mencapai Rp105.836.800,00.
BPK juga mencatat potensi kerugian dari hibah yang disalurkan Dinas PUPR sebesar Rp25.230.185,60. Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran senilai Rp326.189.191,86 pada lima paket pembangunan rehabilitasi jalan dan pemeliharaan irigasi.
Tidak hanya itu, keterlambatan penyelesaian empat paket pekerjaan pada Dinas PUPR dan Dinas Kesehatan juga menjadi sorotan. Meski terlambat, denda minimal sebesar Rp191.613.203,92 belum dikenakan kepada kontraktor terkait.
“Melihat temuan-temuan ini, kami mendesak Kejaksaan dan Polres Takalar untuk segera menyelidiki kasus ini. Dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) antara Dinas PUPR, penyedia jasa, dan pejabat pengadaan harus diusut tuntas,” tegas Arsyadleo.
Ia juga menyoroti bahwa praktik KKN ini tidak hanya merugikan keuangan daerah tetapi juga merugikan perusahaan lain yang sebenarnya memenuhi syarat. Arsyadleo berharap aparat penegak hukum segera membuka penyelidikan lebih mendalam.
“Dugaan ini dapat menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan dan Polres Takalar, khususnya Tipidkor, untuk mengungkap kebenaran dan menindak para pelaku yang terlibat,” tambahnya.
Sorotan terhadap Dinas PUPR Takalar menjadi peringatan penting bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pengawasan dan memastikan transparansi dalam pengelolaan anggaran. Kejelasan dalam penanganan kasus ini sangat dinantikan masyarakat untuk memulihkan kepercayaan terhadap institusi publik.
(*)