Kafe BUM di Takalar Diduga Jual Miras Terbuka, Warga Minta Pemerintah Tidak Tutup Mata

TAKALAR, INDIWARTA.COM – Suasana resah menyelimuti warga di Kelurahan Panrannuangku, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Sebuah tempat hiburan malam bernama BUM Family & Karaoke Lounge yang beroperasi di Jalan Poros Takalar-Makassar, kembali menjadi sorotan lantaran diduga menjual minuman keras secara bebas dan menghadirkan pemandu lagu (LC) dari luar daerah.

Kafe yang disebut telah beroperasi lebih dari tiga tahun itu dinilai berjalan tanpa pengawasan berarti dari Pemerintah Kabupaten Takalar maupun aparat penegak hukum. Warga sekitar mengaku aktivitas di dalam kafe berlangsung hingga larut malam dan meresahkan lingkungan.

“Kami sebagai warga merasa keberatan. Seolah-olah pemerintah dan aparat tutup mata. Padahal kegiatan di sana sudah jelas-jelas mengganggu kenyamanan,” kata Sukri, warga setempat, Rabu, 5 November 2025.

Ia mengungkap, selain penjualan minuman beralkohol seperti bir dan anggur merah, keberadaan wanita pemandu lagu di tempat itu membuat kekhawatiran baru, terutama bagi perkembangan moral remaja. “LC-nya banyak dari luar daerah. Hampir tiap malam ramai. Ini tidak sehat bagi generasi muda,” ujarnya.

Warga menduga adanya pihak tertentu yang ‘membekingi’ operasional tempat hiburan itu sehingga tetap eksis meski kerap menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Kondisi ini memunculkan pertanyaan terkait komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan aturan yang berlaku.

Padahal, Kabupaten Takalar memiliki Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2004 yang secara tegas melarang produksi, peredaran, dan konsumsi minuman keras beralkohol demi menjaga ketertiban masyarakat dan melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.

“Masyarakat berharap Polres Takalar dan Satpol PP bertindak. Kalau dibiarkan, ini bukan lagi sekadar soal hiburan malam, tetapi soal wibawa penegakan hukum,” tegas Sukri.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak terkait belum memberikan keterangan resmi. Namun, desakan warga untuk penertiban kian menguat. Mereka menilai, jika tidak ada langkah konkret, kondisi ini dapat menjadi preseden buruk bagi kebijakan ketertiban sosial di Takalar. (*)