TAKALAR, INDIWARTA.COM – Proyek Sentra Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Galesong yang dibangun dengan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp10 miliar kini menjadi sorotan. Bangunan yang rampung pada 2022 tersebut mengalami kerusakan sebelum sempat difungsikan, sementara status asetnya masih tercatat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Takalar. Akibatnya, penyerahan aset ke Dinas Koperasi dan UMKM tersendat, menghambat pemanfaatan fasilitas yang seharusnya mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Seorang pegawai Dinas Koperasi dan UMKM Takalar menegaskan bahwa pihaknya belum bisa menerima aset tersebut karena kondisi fisik bangunan yang bermasalah.
“Bukan menolak, tapi kami belum bisa menerima karena ada beberapa masalah,” ujarnya. Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memiliki anggaran untuk memperbaiki bangunan yang sudah mengalami kerusakan sejak sebelum diserahkan.
Kepala Dinas PUPR Takalar, Budiarrosal, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan surat kepada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) agar proses penyerahan dapat segera dilakukan.
“Kami sudah menyurati BKAD agar dilakukan penyerahan, karena Dinas PUPR hanya bertanggung jawab dalam pembangunan fisik,” jelasnya. Namun, hingga kini, belum ada kepastian kapan aset tersebut akan resmi dialihkan ke Dinas Koperasi dan UMKM.
Masalah ini semakin pelik karena anggaran untuk perbaikan bangunan tidak tersedia di Dinas Koperasi dan UMKM. Tanpa adanya alokasi dana tambahan, kondisi fisik Sentra UMKM berpotensi semakin memburuk.
“Bangunan ini masih terdaftar di PUPR, sementara kami tidak memiliki anggaran untuk perbaikan. Jika belum ada pencatatan ulang ke Dinas Koperasi dan UMKM, kami belum bisa menerima,” tambah pegawai tersebut.
Proyek ini awalnya dirancang sebagai bagian dari strategi pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, dengan tujuan memperkuat sektor UMKM sebagai pilar ekonomi daerah. Sayangnya, hingga kini, bangunan yang seharusnya menjadi pusat aktivitas ekonomi justru terbengkalai, sementara pemerintah daerah tetap harus menanggung beban pinjaman yang digunakan untuk pembangunannya.
Tak hanya Sentra UMKM di Galesong, proyek lain yang didanai dari skema PEN juga mengalami kendala serupa. Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Beba dan proyek infrastruktur di Desa Aeng Batu-Batu menghadapi masalah dalam pemanfaatan akibat kendala administratif dan kondisi fisik bangunan. Situasi ini memperlihatkan adanya tantangan besar dalam pengelolaan aset daerah pascapembangunan.
Masyarakat pun mulai mempertanyakan efektivitas proyek-proyek tersebut. Harapan untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur tampaknya belum membuahkan hasil. Tanpa langkah cepat dari pemerintah daerah, potensi manfaat dari proyek ini bisa hilang begitu saja.
Pemerintah daerah kini dihadapkan pada pilihan sulit: mencari solusi untuk memperbaiki bangunan dengan anggaran terbatas atau membiarkan proyek ini terus terbengkalai. Sementara itu, pelaku UMKM yang seharusnya bisa menikmati fasilitas ini masih harus menunggu tanpa kepastian.
(*/Fathir)