Usai Pemeriksaan K3S dan MKKS atas Dugaan Markup Buku di Takalar, Muncul Isu Pengadaan Buku Tahap II Jadi Sorotan

TAKALAR, INDIWARTA.COM – Isu dugaan markup dalam proyek pengadaan buku untuk 239 Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Takalar kembali mencuat ke permukaan. Setelah Kejaksaan Negeri Takalar secara diam-diam memeriksa sejumlah anggota Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP, kini publik dikejutkan dengan kabar adanya pengadaan buku tahap kedua yang mulai menjadi sorotan tajam.

Informasi mengenai proyek lanjutan ini dengan cepat menyebar di tengah masyarakat. Diskusi hangat berlangsung dari warung kopi hingga forum media sosial. Warga mulai mempertanyakan urgensi dan transparansi dari pengadaan yang dinilai bertentangan dengan semangat digitalisasi pendidikan yang selama ini digaungkan oleh Pemerintah Kabupaten Takalar.

“Kalau betul ada tahap kedua, kami menduga ada pihak-pihak yang sengaja ingin melanjutkan permainan lama. Bukankah seharusnya fokus saat ini adalah digitalisasi pembelajaran, bukan pengadaan buku dalam jumlah besar lagi?” ujar seorang warga yang ditemui di salah satu warung kopi di Takalar.

Kekhawatiran warga cukup beralasan. Di tengah proses hukum yang sedang berjalan terkait tahap pertama, rencana pengadaan tahap kedua justru dianggap sebagai langkah yang tidak sensitif dan bisa memicu kembali potensi penyalahgunaan anggaran.

Tak sedikit pihak yang mendesak agar Dinas Pendidikan Takalar bersikap terbuka dan transparan. Mereka berharap semua proses pengadaan, jika memang ada, harus dikawal secara ketat oleh masyarakat, lembaga pengawas, dan aparat penegak hukum.

Saat dikonfirmasi terkait isu ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Takalar, H. Darwis, mengaku tidak mengetahui adanya pengadaan buku tahap kedua. Ia justru menyarankan agar pertanyaan diarahkan langsung kepada kepala sekolah sebagai pihak yang memesan buku.

“Yang saya tahu, tidak ada pengadaan tahap kedua. Kalau mau lebih jelas, silakan tanya langsung ke kepala sekolah, karena mereka yang memesan buku,” ujar H. Darwis singkat. Rabu, (23/7/2025).

Meski pernyataan tersebut mencoba meredam kegelisahan publik, namun sorotan terhadap praktik pengadaan buku ini tampaknya belum akan mereda. Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari pemerintah daerah dan kejaksaan, agar segala bentuk potensi penyelewengan dalam dunia pendidikan dapat dicegah sejak dini. (*)