TAKALAR, INDIWARTA.COM – Polemik tambak di Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, kembali mencuat. Kepala Desa Laikang, Nursalim, menegaskan dirinya tidak pernah melakukan kerjasama dengan perusahaan tambak yang beroperasi di wilayahnya.
Hal itu ia sampaikan saat dihubungi Indiwarta, Minggu (14/9/2025).
“Kalau tudingan adanya kerja sama, saya bisa jawab bahwa tidak ada sama sekali bentuk kerjasama dengan pemilik perusahaan,” tegas Nursalim.
Ia menjelaskan bahwa keberadaan tambak di desanya bukan semata-mata atas restu pemerintah desa, melainkan juga karena adanya warga yang secara sukarela menjual lahannya kepada pihak perusahaan.
“Tambak bukan hanya pemerintah desa yang mendukung, melainkan sebagian warga. Karena warga sendiri yang menjual lahannya,” tambahnya.
Namun, bantahan sang kades menuai reaksi dari tokoh masyarakat Laikang. Seorang tokoh yang enggan disebutkan namanya menilai pernyataan Nursalim tidak sepenuhnya benar.
“Bohong kalau dibilang tidak ada kerjasama. Mungkin memang bukan atas nama desa, tapi secara individu ada. Lewat kades inilah pengusaha membeli tanah,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp, Minggu (14/9/2025).
Tokoh masyarakat itu juga menyebut adanya indikasi keuntungan pribadi yang diperoleh dari transaksi jual beli lahan.
“Kades diduga mendapat keuntungan sekitar Rp3.000–Rp5.000 per meter dari pembelian tanah warga. Apakah itu bukan kerjasama?” ucapnya.
Ia juga membantah klaim bahwa masyarakat mendukung keberadaan tambak. Menurutnya, warga menjual lahan bukan karena mendukung, melainkan karena harga jual yang tinggi.
“Soal tambak, tidak ada dukungan, wargaji yang bekerja di sana yang dianggap mendukung. Mereka hanya jual tanah karena harganya tinggi. Harganya waktu itu diduga 25.000 dan diduga kades diberi keuntungan antara 3000-5000 ribu per meter,” lanjutnya.
Selain itu, masyarakat juga menyoroti dampak dari aktivitas tambak terhadap infrastruktur desa. Sebuah jalan tani yang biasa digunakan warga diduga dirusak oleh pihak pengusaha.
“Kalau saja masyarakat tidak ramai-ramai protes, jalan itu mungkin sudah dialihkan bahkan berpotensi ditutup,” keluhnya.
Hingga kini, polemik tambak di Laikang masih menyisakan pertanyaan besar. Apakah benar tidak ada kerjasama, atau justru ada kepentingan lain yang bermain di baliknya? (*/HSN)