TORAJA UTARA, INDIWARTA.COM – Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka menghadiri penutupan Sidang Raya ke-18 Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Rabu (13/11/2024).
Gibran meminta anggota PGI dapat membantu pemerintah, khususnya dalam menyampaikan pentingnya sikap toleransi bagi seluruh warga Indonesia.
“Saya harap keluarga besar PGI bisa bersinergi dengan visi misi dan program pemerintah terutama untuk mengatasi masalah intoleransi” ucapnya.
Di hadapan anggota PGI, Gibran menceritakan, Kota Solo yang pernah dipimpinnya merupakan kota yang kurang toleran. Banyak warga Kota Solo yang protes saat perayaan keagamaan.
“Jadi di Solo tiap tahun ada perayaan imlek dan tiap tahun pemerintah pasang ornamen imlek, patung-patung dari semua shio. Tapi tidak tahu pada saat saya menjabat banyak sekali yang protes padahal wali kota sebelumnya tidak ada yang protes, jadi ini tiap hari isinya protes terus,” ungkapnya.
Bahkan, kata putra sulung Jokowi ini, banyak warga yang menyebut Kota Solo sebagai cabang Tiongkok.
“Antek-antek china, ada juga yang agak miris, ada anak-anak sekolah yang menghancurkan makam, mohon maaf yang ada ornamen nasraninya,” bebernya.
Usai kejadian itu, Gibran mengaku, langsung mengambil langkah tegas, menutup sekolah tersebut karena dinilai intoleran.
“Ini sekolahnya saya langsung tutup dan guru beserta muridnya saya langsung berikan pembekalan biar tidak keterusan,” katanya.
Begitupun, lanjut Gibran, saat perayakan natal, warga yang memasang ornamen natal banyak yang diprotes juga. “Tiap kali diprotes saya tidak mundur justru saya bilang ke panitianya, baik imlek, natal tahun depan digedein aja (ornamen natalnya),” ucap Gibran.
Dia mengungkapkan, sikapnya yang takĀ gentar serta terus menyampaikan pentingnya sikap toleransi di Kota Solo, membuahkan hasil positif, karena perlahan Kota Solo masuk 4 besar Kota yang penuh toleransi.
“Puncaknya solo masuk kota toleran ke 9 hingga masuk 4 kota toleran. Ini kerja keras semua warga, dukungan seluruh tokoh-tokoh agama, kyai, romo-romo, pendeta semua gotong royong biar image-nya Solo tidak seram seperti dulu,” jelasnya.
“Jadi intinya di sini dibutuhkan dialog yang damai, dorong semua tokoh agama, anak-anak muda, tokoh-tokoh muda, semuanya gotomg-royong agar hal seperti ini tidak terjadi lagi,” imbuhnya.
Selain itu, Gibran juga mengatakan, anak-anaknya sering ia ajak dan libatkan dalam perayaan hari kebudayaan atau keagaaman, agar memupuk rasa toleransinya sejak dini.
“Tiap ada festival budaya, keagamaan itu saya selalu ajak anak saya, agar dari kecil tahu yang namanya toleransi itu seperti apa, jadi sejak kecil saya terapkan seperti itu, biar dia tahu,” tutur Gibran.
Meskipun, kata Gibran, pulang dari acara tersebut banyak yang masyarakat merisak anaknya.
“Gibran kok ikut festival ogoh – ogoh sama anaknya, banyak yang mencibir, tapi saya tetap lurus, saya ingin memfasilitasi acara -acara agama dan kebudayaan untuk semua agama dan golongan, jadi jangan hanya memprioritas salah satu saja,” terangnya.
Olehnya itu, ia meminta kepada semua warga Indonesia, khususnya anggota PGI, agar tetap menjaga sikap toleransi demi keutuhan bangsa Indonesia.
“Mohon maaf saya baru sempat ke sini diacara penutupan ini. Semoga acara ini bisa ditutup dengan baik menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang baik juga. Saya titip, agar toleransi di Indonesia ini tetap terjaga,” pungkas Gibran. (*/)