MAKASSAR, INDIWARTA.COM – Gabungan Pengusaha Mitra Dapur Mandiri Indonesia (GAPIMDO) – MBG, suatu organisasi pengusaha yang bergerak dibidang makan bergizi gratis (MBG), khususnya yang terkait dengan mitra dapur penyedia jasa boga, bertujuan mengawal dan mensukseskan program MBG dari Presiden Prabowo Subianto.
Membantu Badan Gizi Nasional (BGN) melaksanakan sosialisasi. Membangun jaringan dan kerjasama antar pengusaha mitra dapur Indonesia, membangun komunikasi hingga pendampingan hukum kepada anggotanya di seluruh Indonesia.
Ir. HM Syamsul Tribuana, ST, DiPL.Ing, MM, Ketua Umum DPP GAPIMDO – MBG, menerangkan hal tersebut kepada awak media, para mitra dapur, para pengusaha sukses terutama H. Baso Ampalang, di Hotel MaxOne, Makassar, Selasa (17/6/2025) malam.
Melalui program membangun gedung dapur mandiri, Syamsul Tribuana memaparkan, gedung dapur mandiri ini adalah program BGN yang diberikan kewenangan kepada swasta atau pengusaha untuk membiayai 100 persen gedung tersebut, tanpa melibatkan anggaran negara. Nanti hasil produksinya dibeli BGN, negara atau pemerintah.
“Sekarang ini kan program Presiden Prabowo sudah mendekati setahun, kurang lebih delapan bulan, yang baru hanya sekitar 5 persen. Dari kurang lebih 35 ribu, baru hanya sekitar 1500 titik,” terangnya.
Dengan hadirnya asosiasi ini, Gabungan Pengusaha Mitra Dapur Mandiri Indonesia (GAPIMDO) – MBG untuk ikut mengawal program Presiden Prabowo, dalam hal ini pemerintah, ikut membantu Badan Gizi Nasional untuk melakukan sosialisasi.
“Karena dibawah ini, sepertinya ada oknum-oknum yang kurang memahami. Kan hampir tiap kecamatan ada 1 hingga 4 dapur, bahkan ada lebih. Satu dapur itu antara 3000 sampai 4000 pack/porsi. Program Presiden Prabowo, hingga Oktober ini targetnya sekitar 10 ribu dapur, kelihatannya agak sulit. Karena sistem online, sehingga ini harus dikawal dan di back up full, karena banyaknya oknum yang tidak memahami alurnya ini urusan,” beber Syamsul Tribuana.
“Justru hingga sekarang ini, ada yang sudah buat dapur, dibatalkan bahkan ditolak. Padahal itu kan seharusnya negara berterimakasih. Sudah berkorban membuat dapur tidak ada alasan dibatalkan, semua membangun dapur sudah melakukan validasi dan verifikasi tentang jumlah pengguna manfaat atau siswa di wilayah dengan jumlah titik dapur yang tersedia,” katanya.
“Banyak sekarang masyarakat yang antipati, ada keraguan. Seandainya ini tidak ada keraguan, saya yakin tahun ini bisa mencapai 50 persen. Negara-negara lain ada yang sudah bertahun-tahun hingga puluhan tahun, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Korea, China, Jepang, Australia. Kalau ini dipandang seperti biasa saja, padahal perputaran ekonominya berjalan sangat dahsyat,” tuturnya.
Satu dapur itu, dikatakan Syamsul Tribuana, mempekerjakan kurang lebih 50 tenaga kerja. Bisa menghidupkan para petani cabe, lombok, sayur, dan lainnya. Semua yang ada lahannya 1000 hingga 3000 meter bisa menanam dan dijual. Petani atau peternak ikan, ayam hingga rempah-rempah, semuanya bisa terlibat dan sejahtera.
“Perputaran ekonomi itu pasti dahsyat, kalah itu bansos. Karena bansos itu ada yang ambil secara langsung dan yang tidak berhak. Contohnya, ada kepala desa atau lurah, lebih banyak keluarganya,” ujar Syamsul Tribuana, dengan senyum tipis dihadapan awak media.
“Kami akan ketemu langsung dengan kepala BGN, karena program ini kadang tidak nyambung, dari atas hingga kebawah. Adanya informasi yang tidak sinkron dan terlalu banyak oknum-oknum yang mengatasnamakan gubernur, mentan, partai, padahal belum tentu begitu dan itu adalah oknum yang tidak jelas,” ungkapnya lagi.
Dijelaskannya, bahwa di Sulawesi saling mengklaim, bahwa disini sudah penuh. Contoh di wilayah Maros dan Makassar sudah tiga bulan berjalan. Hampir di semua kabupaten kota ada 2 hingga 3. Di Sulawesi Selatan ini pun masih ada saling mengklaim.
“Di Sulsel ini bahkan di seluruh Indonesia, masih ada yang lambat sekali dan menjadikan ketidakadilan. Di Indonesia ini, ada sekitar 2 juta pengguna manfaat,” jelasnya.
“Program ini masih sangat lambat. Menghadirkan pertumbuhan ekonomi skala besar. Di Sulsel ini kurang lebih 70 an, sudah siap. Namun, terkadang tiba-tiba ditolak. Di Sulbar pun trjadi,” katanya.
Syamsul Tribuana menambahkan, dengan adanya himbauan ketua BGN, bahwa gedung futsal dan gedung bulutangkis, agar digunakan, yang tidak berfungsi lagi.
“Harus ada pengelolaan transparan dan tanpa pandang bulu. Karena pusatnya dapur ini ada di kecamatan hingga sampai ke pelosok desa,” ucapnya.
Salah satu mitra pendampingan Gapimdo, asal Pinrang, menjelaskan bahwa alhamdulillah sampai saat ini dapur sudah ada sampai pada penentuan untuk beroperasi kedepan. Kita sebagai pengusaha tidak mengeluarkan biaya tidak sedikit, namun kami berharap kedepan berjalan baik dan transparan.
“Kami yang tergabung di Gapimdo, rencananya pada bulan tujuh saat anak-anak sekolah mulai ajaran baru, kami akan siap,” ujarnya.
Anis Mustafa, salah satu pengusaha yang telah mendirikan dapur dan kantor pusat di Bone pun mengatakan, “Di Bone itu sangat rentan dengan adanya program ini. Dengan adanya pembangunan mitra dapur di Sulsel sudah sangat bagus dan membantu masyarakat. Di Bone itu sudah ada gedung berdiri dan sudah sekitar 70 persen, namun kenapa tiba-tiba ditolak. Saya adalah yang pertama membuat di Bone, namun belum ada satu pun program makan gratis yang terlaksana,” ungkapnya kepada media dan para mitra. (Arman)