Tutupi Siswi Berhijab, Pendidikan Karakter Jepang Ditumbuhkan Sejak Usia Dini

Indiwarta.com_ JAKARTA, Jepang merupakan salah satu negara yang sistem pendidikannya banyak dijadikan contoh oleh negara lain.

Hal yang paling menarik untuk diambil pelajarannya, yakni pendidikan karakter Jepang yang menonjol.

Hal tersebut, bisa dilihat dari sebuah video viral yang diunggah oleh Abdurrahman dalam channel Youtube-nya Lombok Japan Family. Dalam video tersebut, terlihat seorang siswi muslim asal Indonesia bernama Ria yang pingsan saat sedang mengikuti festival olahraga.

Ria yang berhijab saat itu harus melepas penutup auratnya tersebut, untuk bisa mendapat udara di tengah kondisinya yang terkapar. Sontak, kawan-kawannya bergegas membuat barisan melingkar untuk menutupi Ria yang melepas hijabnya.

Abdurrahman sebagai ayah dari Ria menuturkan, dirinya takjub dan terharu atas apa yang telah dilakukan oleh kawan-kawan Ria. Menurutnya, kejadian tersebut bisa cukup membuktikan bahwa pendidikan karakter di Jepang sudah ditumbuhkan mulai usia dini.

“Waktu itu saya lihat murid yang pertama kali bikin barisan itu teman dekatnya Ria yang bernama Yuina Chan dan setelah itu temen yang lain juga ikut serentak bikin barisan dan karena merasa kurang kelihatan wali kelas manggil yang grup kuning untuk ikut baris,” ungkap Abdurrahman, dikutip melalui detikedu, Kamis (22/6/2023) lalu.

Menurut Abdurrahman, inisiatif dari kawan-kawan Ria tersebut terbentuk, karena pendidikan di Jepang mengedepankan pendidikan karakter. Salah satu pendidikan karakter yang Jepang tanamkan kepada pelajar, yakni lewat doutoku kyouiku.

Pendidikan Karakter di Jepang

Mengutip jurnal berjudul Komparasi Pendidikan Karakter Indonesia dan Jepang oleh Aif Syamsurrijal (2021), Jepang menganut filsafat yang meyakini bahwa manusia dapat diubah keadaan dan sifatnya lewat usaha orang lain atau usaha sendiri. Mereka tidak mempercayai bahwa manusia sudah sejak semula ditetapkan dalam keadaan tertentu dan tidak dapat berubah.

Dengan adanya filosofi tersebut, Jepang mengutamakan pendidikan karakter yang dikenal dengan istilah doutoku-kyouiku. Pendidikan doutoku-kyouiku diajarkan kepada pelajar jenjang SD, SMP, dan SMA di Jepang.

Lewat doutoku-kyouiku ini, masyarakat Jepang menjadi punya karakter disiplin, ulet, jujur, pekerja keras, bertoleransi tinggi, dan sebagainya. Aspek yang ada pada doutoku-kyouiku ini, yakni menghormati diri sendiri, hubungan dengan orang lain, hubungan kepada alam, dan hubungan kepada kelompok dan masyarakat.

Contoh sederhana dari doutoku-kyouiku ini misalnya menepati waktu. Orang Jepang diajarkan untuk tidak boleh mengganggu atau merepotkan orang, namun saat melihat orang lain kesusahan dan butuh pertolongan, mereka akan langsung membantunya.

Utamakan Nilai Sosial

Mengutip buku Wawasan Pendidikan Karakter oleh Inswide (2021), sikap toleransi merupakan salah satu implementasi dari tujuan pendidikan Jepang yang tercantum dalam undang-undang pokok pendidikan tahun 1947 ayat 1.

Undang-undang tersebut menyebutkan, bahwa pendidikan Jepang bertujuan untuk mengembangkan sepenuhnya kepribadian setiap individu baik fisik maupun psikis yang cinta kebenaran dan keadilan, menghormati nilai-nilai pribadi orang lain, menghargai pekerjaan, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.

Pendidikan di Jepang tidak hanya berfokus pada akademik saja melainkan sosial juga, Pendidikan sosial tersebut merupakan pendidikan nonformal yang meliputi teknik pertanian, perikanan, nelayan, dan buruh kehutanan.

Beda Pendidikan Jepang dan Indonesia

Kesamaan pendidikan di Jepang dan Indonesia bisa terlihat dari hak setiap individu untuk bisa sekolah tanpa mendiskriminasikan suku, agama, ras, atau golongan. Namun, terdapat beberapa perbedaan menonjol antara pendidikan Jepang dan Indonesia.

Salah satunya terkait ujian kenaikan kelas. Di Jepang, siswa SD dan SMP tidak akan tertinggal kelas dan tidak menerapkan ujian kenaikan kelas. Penilaian dilakukan lewat ulangan harian yang bertujuan mengecek daya tangkap siswa.

Di SD dan SMP Jepang, kemajuan siswa akan dilaporkan orang tua pada akhir setiap masa sekolah dalam bentuk rapor yang menyampaikan norm referenced dan criterion referenced.

Perbedaan lainnya terletak pada seleksi masuk SMA di mana Jepang menerapkan ujian masuk SMA. Di Indonesia, penerimaan siswa baru SMA dilakukan lewat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang melakukan seleksi lewat jalur-jalur tertentu. (*/Arman)

banner 728x250
error: waiit